Nama
Kelompok : Ahmad
Rifai 10213458
Amor Patria 10213801
Egi Puspa Nida 12213794
Nia Susilowati 16213404
Radela Mega Novelita 17213090
Rilo Pambudi 17213707
Kelas
: 4 EA 44
Mata
Kuliah : Etika Bisnis
Dosen
: Tantyo
Setyowati
UNIVERSITAS GUNADARMA
PERSPEKTIF
ETIKA BISNIS DALAM AJARAN ISLAM DAN BARAT, ETIKA PROFESI
A.
Beberapa Aspek Terkait dengan bagaimana
islam memandang etika dalam bisnis
1. Islam
mengajarkan agar dalam berbisnis, seorang muslim harus senantiasa berpijak
kepada aturan yang ada dalam agama, utamanya bagaimana pengusaha tidak hanya
memikirkan kepentingan sendiri, namun juga bisa membina hubungan yang harmonis
dengan konsumen atau pelanggan, serta mampu menciptakan suasana saling meridhoi
dan tidak ada unsur eksploitasi. Hal ini sebagaimana ketentuan dalam Al-Qur’an
yang memberi pentunjuk agar dalam bisnis tercipta hubungan yang harmonis,
saling ridha, tidak ada unsur eksploitasi (QS. 4:29) dan bebas dari kecurigaan
atau penipuan, seperti keharusan membuat administrasi transaksi kredit (QS. 2:
282).
2. Bekerja
dalam konteks Islam harus didasari atau berlandaskan kepada iman. Dalam kaitan
iman, berbisnis tidak semata-mata mengejar keuntungan duniawi, melainkan
seorang muslim harus senantiasa ingat bahwa apa pun yang ia kerjakan harus
diimbangi dengan komitmen kecintaan kepada Allah. Dengan demikian, Iman akan
membawa usaha yang dilakukan seorang muslim jauh dari hal-hal yang dilarang
dalam hukum jual beli seperti riba, menipu pembeli, dan sejenisnya.
B. Beberapa
Aspek Etika Bisnis Alami
1. Kesatuan
(Tauhid/Unity)
Dalam
hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang
memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi,
politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep
konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
Dari
konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi
membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi
terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat
penting dalam sistem Islam.
2. Keseimbangan
(Equilibrium/Adil)
Islam
sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat
curang atau berlaku dzalim.Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan.
Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau
menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi. Kecurangan dalam berbisnis
pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah
kepercayaan.
3. Kehendak
Bebas (Free Will)
Kebebasan
merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu
tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar.Tidak
adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya
dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
Kecenderungan
manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas
dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya
melalui zakat, infak dan sedekah.
4. Tanggung
jawab (Responsibility)
Kebebasan
tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak
menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas.untuk memenuhi tuntunan
keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara
logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan
mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas
semua yang dilakukannya.
5. Kebenaran:
kebajikan dan kejujuran
Kebenaran
dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan,
mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis
kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi
proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan
maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
C. Teori
Ethical Egoism
Ethical Egoism menegaskan bahawa kita
tidak harus mengabaikan secara mutlak kepentingan orang lain tetapi kita patut
mempertimbangkannya apabila tindakan itu secara langsung akan membawa kebaikan
kepada diri sendiri. Egoism mengatakan suatu tindakan dikatakan etis apabila
bermanfaat bagi diri sendiri serta mengatakan bahwa kita harus mengejar sendiri
atau mengutamakan kepentingan diri kita.
Ethical Egoism adalah berbeda dengan
prinsip-prinsip moral seperti sentiasa bersikap jujur, amanah dan bercakap
benar.la kerana tindakan tersebut didorong oleh nilai-nilai luhur yang sedia
ada dalam diri manakala dalam konteks ethical egoism pula sesuatu tindakan
adalah didorong oleh kepentingan peribadi. Misalnya, seseorang individu yang
memohon pinjaman akan memaklumkan kepada pegawai bank tentang kesilapan pihak
bank bukan atas dasar tanggungjawab tetapi kerana beliau mempunyai kepentingan
diri.
D. Teori
Cultural relativism
Satu budaya memiliki kode moral yang
berbeda dengan budaya yang lain. Hal ini menghasilkan suatu sistem relativisme
budaya. Dalam relativisme budaya etis tidak ada standar objektif untuk menyebut
satu kode sosial yang lebih baik dari yang lain, masyarakat mempunyai
kebudayaan memiliki kode etik yang berbeda pula, kode moral kebudayaan tertentu
tidak serta merta berguna pada kebudayaan yang lain, tidak ada kebenaran
universal dalam etika dan tidak lebih dari arogansi kita untuk menilai perilaku
orang lain.Misalnya, Membunuh itu bisa benar dan juga bisa salah tergantung apa
tujuan orang melakukan pembunuhan.
E. Konsep
Deontology
Deontologi berasal dari kata deon yang
berarti tugas atau kewajiban. Apabila sesuatu dilakukan berdasarkan kewajiban,
maka ia melepaskan sama sekali moralitas dari konsekuensi perbuatannya. Teori
yang dikembangkan oleh Immanuel Kant ini mengatakan bahwa keputusan moral harus
berdasarkan aturan-aturan dan prinsip-prinsip universal, bukan
"hasil" atau "konsekuensi" seperti yang ada dalam teori
teleologi.
Perbuatan baik bukan karena hasilnya
tapi mengikuti suatu prinsip yang baik
berdasarkan kemauan yang baik. Dalam teori ini terdapat dua konsep, yaitu :
Pertama, Teori Keutamaan (Virtue Ethics). Dasar dari teori ini bukanlah aturan
atau prinsip yang secara universal benar atau diterima, akan tetapi apa yang
paling baik bagi manusia untuk hidup. Dasar dari teori ini adalah tidak
menyoroti perbuatan manusia saja, akan
tetapi seluruh manusia sebagai pelaku moral. Memandang sikap dan akhlak
seseorang yang adil, jujur, murah hati, dsb sebagai keseluruhan.
F. Profesi
Profesi adalah pekerjaan yang
membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu
profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi
dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada
bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer,teknik dan desainer.
G. Kode
Etik
Kode etik adalah suatu sistem norma,
nilai & juga aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa
yang benar & baik & apa yang tidak benar & tidak baik bagi
profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa saja yang benar / salah,
perbuatan apa yang harus dilakukan & perbuatan apa yang harus dihindari.
Atau secara singkatnya definisi kode etik yaitu suatu pola aturan, tata cara,
tanda, pedoman etis ketika melakukan suatu kegiatan / suatu pekerjaan. Kode
etik merupakan pola aturan / tata cara sebagai pedoman berperilaku.
Pengertian kode etik yang lainnya yaitu,
merupakan suatu bentuk aturan yang tertulis, yang secara sistematik dengan
sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada & ketika
dibutuhkan dapat difungsikan sebagai alat untuk menghakimi berbagai macam
tindakan yang secara umum dinilai menyimpang dari kode etik tersebut.
H. PRINSIP
ETIKA PROFESI
1. Prinsip
Tanggung Jawab : Yaitu salah satu prinsip pokok bagi kaum profesional. Karena
orang yang professional sudah dengan sendirinya berarti bertanggung jawab atas
profesi yang dimilikinya. Dalam melaksanakan tugasnya dia akan bertanggung
jawab dan akan melakukan pekerjaan dengan sebaik mungkin, dan dengan standar
diatas rata-rata, dengan hasil maksimal serta mutu yang terbaik.
2. Prinsip
Keadilan : Yaitu prinsip yang menuntut orang yang professional agar dalam
melaksanakan profesinya tidak akan merugikan hak dan kepentingan pihak
tertentu, khususnya orang-orang yang dilayani dalam kaitannya dengan profesi yang dimilikinya.
3. Prinsip
Otonomi : Yaitu prinsip yang dituntut oleh kalangan professional terhadap dunia
luar agar mereka diberikan kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya.
Sebenarnya hal ini merupakan konsekuensi dari hakekat profesi itu sendiri.
Karena hanya mereka yang professional ahli dan terampil dalam bidang
profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam
pelaksanaan profesi tersebut.
4. Prinsip
Integritas Moral : Yaitu prinsip yang berdasarkan pada hakekat dan ciri-ciri
profesi di atas, terlihat jelas bahwa orang yang professional adalah juga orang
yang mempunyai integritas pribadi atau moral yang tinggi. Oleh karena itu
mereka mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama
baiknya, dan juga kepentingan orang lain maupun masyarakat luas.